Peletakan dasar untuk pengembangan pikir dan kepribadian anak sangat ditentukan oleh proses pembelajaran yang diberikan oleh orang tua sejak anak-anak masih berusia pra sekolah 0 hingga 6 tahun. Pengalaman yang diterima oleh anak-anak melalui proses pembelajaran lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan kelompok bermain dan Taman Kanak-kanak merupakan hal yang penting dan menentukan bagi anak untuk pengembangan ke depan. Pertumbuhan sikap dan sifat anak akan tergantung pada apa yang dilihat, diperoleh, dan diajarkan oleh orang lain kepada anak karena semua itu menjadikan sumber pengetahuan dan pengalaman yang akan dilakukan oleh anak.
Pengalaman anak yang dibesarkan di lingkungan kota akan berbeda dengan anak yang dibesarkan di desa. Pengalaman inilah yang kemudian secara alami akan berproses dalam diri anak yang kemudian akan diwujudkan dalam perilaku kehidupannya. Menurut dan meniru apa yang diperintahkan dan dilakukan orang lain itulah yang akan dilakukan oleh anak.
Setiap anak yang dilahirkan di muka bumi ini memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda. Perbedaan kecerdasan inilah yang seringkali tidak disadari oleh masyarakat. Menurut Gardner (1998) ada 8 jenis kecerdasan yaitu: kecerdasan bahasa, kecerdasan matematika, kecerdasan musik, kecerdasan kinestik, kecerdasan visual, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalistik. Dari 8 tingkat kecerdasan tersebut setiap anak paling tidak mempunyai 2 kecerdasan dalam dirinya.
Proses pembelajaran bagi anak dengan model anak harus mengerjakan sesuatu yang tidak disukai menjadikan anak malas dan mengerjakan dengan sesukanya karena tidak sesuai dengan keinginannya. Pengalaman tersebut akan menghambat pengembangan kecerdasan anak. Ketika mengerjakan sesuatu sementara anak tidak senang dengan apa yang harus dikerjakan menjadikan anak bekerja hanya sekedar menuruti perintah tanpa melihat hasil pekerjaannya.
Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran yang diterapkan bagi anak, atau lebih dikenal dengan nama PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) perlu pengamatan yang teliti terhadap kemampuan yang dimiliki anak. Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh anak maka proses pembelajaran akan berhasil dan kemampuan anak dapat berkembang dengan baik.
Proses pembelajaran PAUD bukanlah proses belajar mengajar seperti yang diselenggarakan di sekolah, namun lebih ditekankan sebagai tempat bermain, tempat dimana anak mulai mengenal orang lain, tempat untuk berkreasi dibawah asuhan dan bimbingan orang tua. Pengembangan kepribadian dan kecerdasan yang sebenarnya telah dimiliki oleh setiap anak merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran di PAUD.
Pengembangan kepribadian dan proses berpikir anak yang menjadi tujuan pembelajaran di PAUD diselenggarakan dengan cara memberikan kebebasan pada anak untuk memilih sendiri jenis mainan yang sesuai dengan kemampuannya. Untuk mengetahui kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak dapat dilakukan dengan cara mengamati pilihan anak ketika mereka disuruh memilih mainan. Dengan diberi kesempatan untuk memilih ini setiap anak akan menentukan pilihannya masing-masing. Ketika anak telah menemukan mainan kesukaannya maka ia akan menekuni permainannya, dan seringkali ketika sedang bermain mengabaikan yang lain. Pada saat anak bermain itulah dapat diamati bahwa anak memiliki kecerdasan tertentu.
Dalam pembelajaran di PAUD anak tidak dapat dipaksakan untuk mempelajari sesuatu yang bukan kemampuannya. Jika anak tidak suka menggambar maka ia akan malas dan mungkin akan menangis ketika dipaksakan untuk melakukan perintah gurunya. Anak akan menangis ketika disuruh menyanyi ketika anak itu tidak suka dengan menyanyi. Anak akan malas belajar ketika disuruh menghitung sementara ia tidak senang dengan menghitung, dan banyak contoh lainnya. Oleh sebab itu proses pembelajaran di PAUD harus benar-benar memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak karena hal ini akan menentukan masa depannya.
Peletakan dasar kepribadian, pengembangan, dan pembentukan kepribadian anak tergantung pada awalnya ketika anak tersebut memperoleh pengalaman pertamanya dalam proses pembelajaran yang dialaminya. Proses pembelajaran kreatif dengan memberikan rangsangan belajar bagi anak sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya akan sangat menentukan masa depan anak.
Selain itu, proses belajar kreatif yang sangat tepat adalah model pembelajaran berbasis masalah. Sudah tidak model pembelajaran satu arah, guru menerangkan dan siswa mendengarkan. Model seperti itu hanya membuat kreativitas anak terbelenggu. Tidak ada tantangan maupun ketertarikan. Apalagi materi yang diajarkan sama persis dengan buku-buku yang mereka terima. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran (Ratnaningsih, 2003).
Masalah yang disajikan pada anak merupakan masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual). Pembelajaran berbasis masalah ini dirancang dengan tujuan untuk membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Pada pembelajaran berbasis masalah anak dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya anak dituntut pula untuk belajar secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada dilingkungannya.
Contoh simple saja: gelas itu digunakan untuk apa?
Jawaban pastinya adalah untuk minum, tapi dalam model pembelajaran berbasis masalah ini, si anak diharapkan memberi pilihan lain tentang manfaat gelas. Mungkin untuk menaruh pensil, untuk menaruh sikat dan pasta gigi, untuk menaruh tisu dan lain sebagainya. Dari hal kecil tersebut, si anak diajak untuk berpikir secara luas tidak terkungkung oleh pemikiran lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar